TIDAK PERLU MENJADI POPULER
Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. (Mat. 25:2 1, 23)
Henri Nouwen benar ketika ia menyatakan bahwa salah satu godaan terbesar yang harus dihadapi seorang pegiat sosial Kristiani adalah menjadi populer. Kisah pencobaan Yesus di atas bubungan Bait Allah (LUk. 4:9; Mat. 4:5) sesungguhnya berkisah soal godaan untuk menjadi populer.
Bayangkan, ada ribuan pengunjung Bait Allah yang berada di bawah bubungan tinggi rumah Tuhan itu bakal melihat Yesus menerjunkan diri ke bawah... dan selamat! Pastilah la akan segera menjadi populer, dikagumi dan diikuti banyak orang. "Menjadi populer sungguh memikat. Semua orang memuji dan menyangjung kita." Sungguh sebuah sarana publikasi dan promosi instan sekaligus gratis dengan hasil maksimal. Namun, Yesus menolak godaan itu.
Menjadi populer sungguh memikat. Semua orang memuji dan menyanjung kita. "Proyek ini tidak akan sukses seperti sekarang jika tidak ada Pak Anu!" Dan kita pun merasa penting, merasa dibutuhkan, merasa diri menjadi pusat semesta. Semua orang berdiri dan bertepuk tangan; banyak kolega memuji kinerja kita; malah, banyak orang tua ingin menjodohkan anaknya dengan kita. Sebaliknya, kita menjadi sangat marah dan kecewa, ketika bukan kita yang diminta untuk memimpin ibadah perayaan yang sangat penting itu, ketika kolega kita dipuji umat, ketika kita dilangkahi dalam pengambilan keputusan penting, atau ketika bukan kita yang diutus menghadiri konferensi mahapenting itu.
Terhadap naluri manusiawi untuk menjadi populer itu, Yesus menjawabnya dengan menyendiri, mengambil saat hening berdialog dengan Sang Bapa. Sebab hanya itulah yang memberi-Nya makna atas seluruh karya yang dilakukan-Nya. la bahkan bersedia menjadi tidak populer dengan meninggalkan khalayak ramai yang mulai memuja-Nya. la mengenakan salib sebagai atribut kehinaan-Nya.
Godaan menjadi populer hanya bisa dilawan dengan sebuah kesadaran batin, bahwa yang terpenting dalam seluruh karya kita adalah mendengar suara Sang Tuan. Suara tersebut berkata lembut, "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba-Ku yang baik dan setia ... Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." Tatkala kalimat itu terdengar, suara-suara orang banyak, yang memastikan popularitas kita, tidak lagi bermakna apa-apa.